Mari Berguru pada Piagam Madinah
Oleh : Ibn Ghifarie
SETIAP perayaan keagamaan (termasuk Maulid Nabi), peribadatan yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal selalu menunjukan reaktualisasi kejadian-kejadian sakral yang terjadi pada zaman permulaan. Partisipasi homo religius dalam perhelatan akbar itu pertanda perpindahan dari durasi (ruang, waktu dan kosmos) temporal yang biasa dan penyatuan dengan waktu mitos yang ditumbuh kembangkan oleh segenap insan pengingat keteladanan tokoh tersebut. Pasalnya waktu sakral dapat diperoleh kembali sekaligus diulangi lagi kendati dalam jangka waktu yang lama.
Dengan adanya perayaan secara periodik ini, mampukah peserta perayaan mendapatkan pelajaran berharga semasa hidup Nabi Muhammad SAW guna memupuk sikap kerukunan antar umat beragama yang kian hari tergerus oleh sikap kebencian, kepicikan ketertutupan dan perilaku barbar dalam setiap menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Ya memang bukan dengan cara duduk bareng (pemuka dan umat beragama) sambil bicara dari hati ke hati. Kesahduan suasana ini tak jarang kita dapatkan. Mengerikan!
Adakah yang tak tepat dalam keberagamaan kita? Jangan-jangan kita hanya menjalankan sebagian ajaran (perintah dan larangan) Rasul untuk berbuat tegas pada mereka yang berbeda keyakinan dan keimanan semata? Bukanlah Muhammad itu suri tauladan (panutan) segenap kesempurnaan manusia dalam membangun keutuhan keluarga dan cara bertetangga (seagama dan antar agama) yang baik?
Negarawan Madinah
Salah satu pelajaran berhagra yang bisa kita petik dengan adanya pergantian tahun kelahiran Muhammad ini adalah Piagam Madinah. Pasalnya, dari X Bab dan 47 Pasal ini terpancar sikap keterbukaan, toleransi, keragaman dan kerukunan antar agama. Sebelum Muhammad datang, keberadaan masyarakat Arab sangat nomadent, politaistik dan tak tegas dalam menyesaikan permasalahan dalam segi hukum. Berkat Al-Amin (orang terpuji) ini kawasan jazirah Arab menjadi terpandang. Sehingga George Sale, ahli Hukum Protestan dan orang pertama yang menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Inggris tahun 1734 memberikan komentar ikwal agama dan hukum Muhammad memberikan kepada bangsa Arab suatu agama dan hukum terbaik yang dapat diberikany. Setidaknya lebih baik dari pada hukum yang diberikan oleh para pagan kuno Perihal prosesi kelahiran Muhammad (Muludan) dimulai secara perodik dan meriah pada abad X oleh Sultan Salahuddin Yusuf Al-Ayubi (1174-1193 Masehi) saat dunia Islam menghadapi serangan negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, dan Jerman dalam Perang Salib. Tak lain guna memberikan semangat juang kepada para mujahid dalam menyebarkan risalah Tuhannya. Konon, setiap bertemu dengan Muludan ini, Syair Al-Busiri tak henti-hentinya didengungkan Muhammad, Tuan dua dunia/Melampau nabi-nabi (lain) dalam kualitas fasis maupun moral/Mereka tidak mendekatinya dalam ilmu maupun keluhuran budi/Pada dirinya esensi kebaikan tak terbagi/Mengesampingkan apa yang dialami kaum Nasrani untuk Nabi mereka. Deretan kata-kata ini menunjukan kemahaluhuran Muhammad dengan pembawa keselamatan dalam urusan moral dan budi pekerti. Lebih mendetail lagi, Francis Rodinson mengurai detik-detik waktu bermakna ini Perayaan itu diadakan setiap hari Senin, tanggal 12 Rabi 1 (satu). Perayaan ini berbeda detilnya dari setiap tempat ke tempat lain. Namun dijabarkan tempat ada pawai obor; makanan gratis bagi kaum miskin; makanan manis dibagikan; anak-anak mengenakan pakaian baru dan orang-orang pun saling bertemu; kembang api disulut; memakai wewangian dan beraksi dengan kendaraan kuda liar; pembicara memperhatikan bagaimana dunia berada dalam kegelapan dan kebodohan sebelum kedatangan Muhammad sekaligus membawa cahaya kebenaran berseri-seri di setiap hati manusia
Adalah kaum Yahudi merupakan mitra Muhammad dalam membangun keutuhan Madinah dari segenap penjajah. Sebab keturunan Yudaisme yang terkemuka di Madinah selama banyak generasi menyesuaikan diri dengan pluralisme (suku dan agama) dan mereka diterima baik oleh para suku Arab yang politais. W. Montgomery Watt, seorang Islamolog asal Skotlandia menggambarkan arti penting keakraban mereka. Pada suatu waktu Yahudi secara politis mengendalikan Madinah. Sisa-sisa pemukiman Arab sebelumnya menjadi bergantung pada mereka. Barangkali kaum Yahudilah yang mengembangkan pertanian di Madinah. Seperti yang mereka lakukan di sebagian lain kawasan Arabi. Sebagai penguasa Madinah yang tak perlu diragukan lagi, mengajarkan penghargaan pada negosiasi perdamaian akan suku Quraisy. Pascakemerdekaan bagi Mekah (Futhu Mekah) pun Muhammad tetap mengakomodir perbedaan kepercayaan dan keyakinan asal tak berbuat onar, taat pada aturan yang telah ditetapkan dan bersedia membayar pajak mereka bisa hidup berdampingan dengan kaum Muslimin. Sungguh indah bukan?
Keindahan dalam menyikapi perbedaan memberikan inspirasi bagi Moxime Rodinson, seorang Orientalis Prancis menjelaskan perihal karismatik Muhammad Ia mampu mempengaruhi orang-orang seperti seorang politisi sejati mampu mengelola ambisi, keserakahan, kesombongan, ketakutan orang serta kehausan mereka akan ideologi dan pengabdian. Sebagian orang masuk Islam dan sebagian lagi bersumpah setia seraya tetap pagan dalam hati. Setiap suku mengikat dalam Madinah sekaligus berjanji untuk menyediakn pasukan dan tidak memerangi suku lain yang bersekutu dengan Muhammad. Mereka menghancurkan berhala-berhala mereka dan mau membayar kontribusi sebagai orang beriman atau pajak yang dikenalan atas mereka. Setiap sikap terlihat di sana, dari yang terlihat keyahudianya sampai yang benar-benar kafir sekalipun. Gegap gempita Maulid Nabi merupakan salah satu upaya penghormatan kepada Muhammad yang telah berjasa menyebarkan Islam. Dalam tradisi muslim populer mentransformasikan Muhammad menjadi prototipe segenap kesempurnaan manusia. Kecintaan terhadap Rasul menggugah perasaan Annemarie Schimmel, Islamolog asal Jerman seorang ahli dalam Bidang Kajian Agama dan Peradaban Dunia untuk melakukan penelitian tentang peran Muhammad dalam kehidupan kaum Muslim sholeh. Ia mencatat Penghormatan terhadap Nabi dan bahkan perhatian pada hal-hal yang kecil dari perilaku dan kehidupan pribadinya tumbuh kuat. Walaupun kaum muslim itu jauh darinya dalm segi waktu. Mereka senantiasa ingin mengetahui lebih banyak tentang kepribadiannya supaya kata-kata dan agar mendapatkan kepastian bahwa mereka memang mengikuti dengan benar.
Para ulama popular sering menggambarkan sosok nabi ini dari warna-warni manakjubkan, bahkan dengan menambahkan detil-detil tak berarti. Karen Armstrong juga ikut mengapresiasi perilaku uinik ini, Kalau orang Kristiani mengembangkan perilaku meneladani Kristus, maka orang muslim berupaya meneladani Muhammad dalam kehidupan keseharian mereka agar sedapat mungkin dalam kesempurnaan Tuhan sendiri. Hal ini membuat kaum muslim di seluruh dunia memiliki skap yang khas Cara mereka sembahyang, membersihakn diri, sikap mereka di meja makan, kesehatan seorang mengikuti pola yang khas.
Tri Kondial Kerukunan
Sejatinya, kehadiran Muludan bagi umat Islam harus menjadi momentum lambang semangat perjuangan dan kemenangan di dalam berusaha membina kerukunan umat beragama.
Mari kita menelaah manuskrip Piagam Madinah (Mitsaq Madinah) yang terdiri dari X Bab dan 47 Pasal diantaranya; Bab I tentang Pembentukan Umat (pasal 1); Bab II tentang Hak Asasi Manusia (Pasal 2-10); Bab III tentang Persatuan Seagama (pasal 11-15); Bab IV tentang Persatuan Segenap Warga Negara (Pasal 16-23); Bab V tentang Golongan Minoritas (Pasal 24-35); Bab VI tentang Tugas Warga Negara (Pasal 36-38); Bab VII tentang Melindungi Negara (Pasal 39-41); Bab VIII tentang Pemimpin Negara (Pasal 42-44); Bab IX tentang Politik Perdamaian (Pasal 45-46); Bab X tentang Penutup (Pasal 47). Untuk menjamin kelangsungan masyarakat Madinah yang plural sekaligus mengatur hubungan kerukunan antar agama. Piagam Madinah meletakan dasar-dasar yang melandasi kehidupan bersama-sama sebagai berikut: Pertama, Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku, merupakan satu komunitas. Kedua, Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antar anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas-komuntas lain didasarkan atas prinsip-prinsip bertetangga baik, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya, saling menasehati dan menghormati kebebasan beragama (Munawir Sajali,1990:15).
Secara lebih khusus lagi, dalam pasal 25 Piagam Madinah disebutkan Bagi orang-orang Yahudi agama mereka dan bagi orang-orang Islam agama mereka. Pasal ini memberikan jaminan terhadap kebebesan beragama. Di antara wujud kebebasan beragama ini ialah beribadah menurut ajaran agamanya masing-masing. Juga dinyatakan pada pasal ini bahwa kaum Yahudi satu umat bersama kaum Mukmin. Penyebutan demikian mengandung arti merujuk pada kesatuan berdasar agama, orang-orang yahudi merupakan satu komunitas yang pararel dengan komunitas kaum muslim. Komunitas Yahudi bebas melaksanakan agama mereka. Kondisi ini merupakan sikap toleransi Islam terhadap agama lain. (Sukarja,1995:21)
Dengan demikian, isi Konstitusi Madinah antara lain; Pertama Hak masing-masing kelompok untuk melakukan peradilan. Kedua, Kebebasan beragama bagi semua golongan. Ketiga, Semua penduduk Madinah, baik kaum Muslimin maupun komunitas Arab non-Islam dan komunitas Yahudi, berkewajiban untuk saling membantu baik secara moral maupun material. Mereka harus bahu membahu guna mempertahankan kota Madinah apabila ada serangan musuh dari luar. Keempat, Rasulullah merupakan kepala negara di Madinah dan kepadanya dibawa segala perkara dan perselisihan besar yang tak bisa didamaikan oleh pihak-pihak yang bertikai untuk dapat diselesaikan. Di Indonesia kerukunan hidup antar umat beragama dipelopori oleh Mukti Ali, Guru Besar Perbandingan Agama dengan menghadirkan Tri Kondial’ (tiga kondisi ideal), yaitu kerukunan antar umat beragama, intern/sesama umat beragama, dan kerukunan antar umat beragama dan pemerintah. Konteks Jawa Barat, khususnya Kota Bandung di penghujung 2007, ketidak- harmonisan antar iman itu, menggugah seluruh pemimpin enam agama (Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu dan Khonghucu) dan tujuh belas pemuka aliran keagamaan untuk berembuk sekaligus mendeklarasikan Sancang. Pernyataan sikap Sancang ini terangkum dalam butir-butir; Pertama, Kami umat beragama Kota Bandung adalah bagian dari Bangsa Indonesia yang senantiasa menjungjung tinggi kesatuan dan persatuan. Kedua, Kami umat beragama Kota Bandung menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Ketiga, Kami umat beragama Kota Bandung selalu berjuang untuk tegaknya hokum dalam mewujudkan kesejahteraan, keadilan dan kerukunan hidup demi mencapai kebahagiaan bersama. Keempat, Kami umat beragama Kota Bandung selalu mengembangkan sikap teleransi, tenggang rasa dan saling menghormati. Kemila, Kami umat beragama Kota Bandung selalu berkerjasama untuk berperan dalam mengatasi masalah-masalah social dan lingkungan. Inilah pelajaran berharga dari Piagam Madinah bagi kerukunan hidup antarumat beragama. Kiranya, tepat bila Michael Hart, ilmuwan kontemporer Amerika (1978:33) menempatkan tiga tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah dengan urutan; Muhammad, Isac Newton dan Isa Al-Masih. Ia memposisikan Muhammad urutan teratas dari daftar seratus orang berpengaruh karena dia adalah satu-satunya manusia dalam sejarah yang paling berhasil, baik pada tataran keagamaan maupun duniawi. Selama satua abad pengikutnya mengandalikan kekaisaran yang terbesar dalam sejarah manusia. Selamat Maulid Nabi. Semoga. (*/net/kbi/ap).
* Ibn Ghifarie, Pegiat Studi Agama-agama dan Pemerhati Kebebasan Beragama