Penambahan Syarat RUU
Pilpres Mengebiri UU45
Jakarta, Agung Post
Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (RUU Pilpres) telah disyahkan melalui Rapat Paripurna DPR RI tanpa voting. "Seluruh fraksi sepakat untuk tidak menempuh voting atas dasar kearifan dan mengedepankan kepentingan bangsa," kata Ketua Pansus RUU Pilpres, Ferry Mursiydan Baldan, saat membacakan laporan pansus, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu kemarin.
Seluruh Fraksi, kecuali Fraksi PAN, menyetujui materi syarat dukungan sedikitnya 20 persen kursi dan 25 persen suara bagi parpol atau gabungan parpol untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Maka itu, Traksi PAN menyatakan minderheit nota (nota keberatan)
atas persetujuan seluruh fraksi terhadap materi tersebut.
"Kami menyampaikan nota keberatan, karena dalam UU No 23/2003 yang mengatur 15 persen kursi dan 20 persen suara belum dilakukan secara konsisten," terang juru bicara Fraksi PAN, Andi Yuliani Paris, saat menyampaikan pandangan Fraksinya.
Guna menghindari konflik kepentingan, seharusnya materi pimpinan parpol harus mundur bila terpilih jadi presiden, dimasukan dalam RUU Pilpres tersebut, tegas, Badriyah Fayumi, jubir PKB ketika membacakan pandangan fraksinya saat itu.
Ketentuan mundurnya pimpinan parpol jika terpilih menjadi presiden dan wakil presiden memang tidak dimasukkan dalam norma undang-undang, tapi semangatnya dimasukkan dalam penjelasan umum dengan mengedepankan etika pemerintahan.
Materi 20 persen kursi dan 25 persen persen suara seperti yang terkandung dalam RUU Pilpres tersebut, banyak pihak menilainya sebagai upaya membatasi jumlah kandidat yang berminat mengikuti pilpres 2009 nanti. Seharusnya, lebih banyak kandidat Capres semakin leluasa rakyat menentukan penilaiannya terhadap siapa yang pas menjadi pemimpin bangsa ini lima tahun kedepan.
Sementara itu, menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB), Hamdan Zoelva, di Jakarta, Rabu kemarin. RUU Pilpres dengan menetapkan syarat minimum 20% kursi atau 25% suara nasional parpol atau gabungan parpol yang dapat mengajukan pasangan capres/wapres, bertentangan dengan UUD 1945.
"Khususnya dalam ketentuan Psl 6A ayat(2) UUD 1945, yang menetapkan bahwa pasangan capres/cawapres diajukan oleh Parpol peserta pemilu. Penambahan syarat tersebut telah melanggar hak konstitusional parpol peserta pemilu untuk mengajukan pasangan capres yg diberikan UUD," terangnya.
Masih kata Zoelva, adanya penambahan persyaratan tersebut tidak bisa ditafsirkan sebagai bagian dari tata cara pemilihan presiden dan wapres yang dimungkinkan oleh UUD untuk diatur lebih lanjut dalam UU. Karena penambahan syarat 20% kursi atau 25% suara bukanlah merupakan tata cara, tetapi menyangkut penambahan persyaratan yang mengebiri ketentuan UUD.
"Untuk itu, kami akan mempersiapkan untuk mengajukan pengujian pembatalan ketentuan tersebut melalui Mahkamah Konstitusi (MK)," tagas Zoelva serius. (net/*****)
Senin, November 03, 2008
Langganan:
Postingan (Atom)